Rainissa dan Awan (Kisah Cinta Hujan terhadap Awan)
Oleh. Siti Aulia Masropah “...Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan isyarat yang tak sempat diucapkan awan kepada hujan yang menjadikan tiada ” Sapardi Djoko Damono Masih sangat aku ingat, hari itu hujan turun dengan rintik-rintik, setelah sebelumnya ia turun dengan lebat. Aku duduk sendiri di halte bus, entah menunggu apa? Entah menunggu siapa? Tetapi seingatku saat itu aku tidak sedang dalam keadaan sedih ataupun terpuruk. Aku hanya ingin duduk di sini, di halte ini. Oh ya namaku Rainissa, usiaku dua puluh tahun, dan aku sedang duduk di semester 3 di salah satu universitas terkemuka di kotaku. Waktu berlalu seolah merangkak, aku berada di sini sejak pukul 3 sore dan sekarang baru pukul 3 lewat 15 menit. Jalanan setelah hujan begini sangatlah sepi hampir menandingi kesepian dalam lubuk jiwaku. Punggungku pegal, lalu aku berdiri hanya sekedar untuk merenggangkan badanku. “Buk!!!” suara tumbukan itu sangat keras, ada sesuatu atau seseorang yang menubruk dirik